NN
Dear Mark,
Apa kabar? Maaf sudah lama tidak memberi kabar. Bagaimana bahasa Indonesiamu? Sudah baikkah? Kalau belum, semoga surat ini bisa menjadi latihan buat kamu belajar Bahasa, walaupun sebenarnya aneh untukku menulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hehehe.
Oia, Mark, bagaimana kabar Jane? Kapan nih jadi menikah? Kalau mau menikah, kabar-kabari ya. Ngomong-ngomong soal nikah, aku sudah merasa menemukan jodohku, Mark. Namanya Adia. Rumahnya dekat dengan tempat tinggal kamu dulu, loh. Di Jakarta Selatan. Aku biasa mengantarkan dia pulang kerja. Seperti kalau dulu aku main ke rumah Jane. Dekat dari situ.
Beberapa hari yang lalu ada pengalaman unik yang aku alami, Mark. Begini ceritanya, Mark. Seperti yang aku bilang tadi, aku biasa mengantarkan Adia pulang ke daerah Jakarta Selatan. Tepatnya di Jalan Sudirman—jalan yang kamu benci karena macetnya itu—ada patung yang besar sekali kan? Ingat tidak? Patungnya laki-laki bertelanjang dada dengan kedua tangan ke atas mengangkat obor. Juga ada rantainya, Mark. Ingat tidak? Tidak apa-apa kalau tidak ingat.
Waktu itu aku melewati patung itu untuk mengantarkan Adia pulang. Aku iseng-iseng ( Dalam Bahasa Inggris, ‘iseng’ itu melakukan suatu kegiatan tanpa ada tujuan yang jelas) bertanya kepada dia nama patung itu. Jujur, walaupun aku sering melihat patung itu di televisi waktu aku masih di Semarang, aku tidak tahu jelas namanya apa. Ternyata Adia juga tidak tahu. Aneh ya? Padahal dia bolak-balik melewati patung itu. Hehehe. Mark, nanti sambung lagi, ya. Sudah jam empat. Harus jemput Adia.
Cheers,
Adi
Dear Mark,
Apa kabar? Hari ini aku cek email tapi belum ada balasan dari kamu. Nanti kalau sempat dibalas ya, Mark. Oia, aku mau melanjutkan cerita di emailku yang lalu. Kamu mungkin berpikir masalah kemarin hanya sesuatu iseng-iseng belaka (apa kamu masih ingat arti kata “iseng”, Mark?), tapi ternyata tidak. Entah kenapa aku masih terganggu dengan pertanyaan yang aku ajukan ke Adia—tentang nama patung di Jalan Sudirman itu.
Beberapa hari yang lalu aku bertanya tetanggaku. Namanya Joni. Dia anak kuliahan dari Bandung, Mark. Dia kos di dekat rumah. “Kos” itu sama dengan rent a room. Joni ternyata juga tidak tahu nama patung itu. Ketika aku mengajak dia menebak-nebak nama patung itu, dia malah mengganggap aku aneh. Mempermasalahkan hal-hal yang tidak begitu penting. Dia bilang masih ada anak-anak kelaparan di jalanan, orang usia lanjut yang tidak punya rumah dan masalah kemacetan Jakarta yang lebih penting untuk dibicarakan.
Memang masalah-masalah yang Joni sebutkan di atas penting untuk dipecahkan, tapi apa yang Joni katakan itu justru membulatkan tekadku untuk tahu nama patung itu. Nanti deh, aku akan bertanya ke beberapa teman yang lain. Mungkin aku harus bertanya ke seseorang yang asli Jakarta ya, Mark.
Wish me luck, Mark. Hehehe. Salam buat Jane.
Yours,
Adi
Dear Adi,
Terimakasih atas email kamu yang menarik. Aku sangat sungguh tertarik dalam ceritamu. Aku juga merasakan penasaran tentang nama patung itu. Biarkan aku tahu jawabannya ya.
Mark
Dear Mark,
Senang sekali aku membaca balasan email dari kamu. Ternyata kamu juga tertarik, ya? Hehehe. Vadin juga begitu, Mark. Vadin adalah seorang clubber. Kamu juga seorang clubber kan, Mark? Apa di sana masih suka clubbing juga? Mungkin Vadin bisa menemani kamu clubbing jika nanti kamu ke Jakarta lagi.
Anyway, Mark, Vadin juga tidak tahu nama patung itu. Sudah tiga orang yang tidak tahu, Mark. Aku, Adia dan Vadin.
Siapa lagi yang harus aku tanyai ya, Mark?
Adi
Dear Mark,
Ketika menulis email ini, aku mengaktifkan Yahoo Messengerku. Ada beberapa temanku yang sedang online. Ada yang aku tanyai, Mark. Namanya Harry—orang Betawi (Betawi adalah sebutan untuk orang-orang asli Jakarta). Jawabannya membuatku tertawa terbahak-bahak di internet centre ini. Dia bilang nama patung itu adalah Tugu Selamat Datang!! Hahaha.
Oia, kalau kamu tidak paham, begini ceritanya, Mark. Patung Selamat Datang itu bentuknya sangat berbeda dengan patung yang kita bahas. Ada dua orang—laki-laki dan wanita yang tangannya terbuka seolah-olah menyambut orang-orang Jakarta. Aku jadi mempunyai rasa penasaran yang lain. Dimanakah lokasi patung Selamat Datang, ya? Ah, aku mau fokus saja, Mark. Aku mau mencari tahu nama patung itu saja dulu.
Maaaaaaaaaark, tiba-tiba aku teringat teman kantorku sendiri!! Dia seorang ibu-ibu yang hebat, Mark. Dia sangat maju tetapi tetap saja masih suka dengan sejarah. Aku harus tanya dia, Mark. Tapi aku akan browse internet dulu, Mark.
See you
Adi
“Halo”.
“Apa yang akan aku ceritakan bakal bikin Mbak Yudi sedih. Tapi aku bener-bener bingung banget nggak tau harus kemana lagi ngadu.”
“Ada apa, Di?”
“Tau gak, Mbak, uda beberapa hari ini aku stress gara-gara patung.”
“Ha? Patung? Patung apa yang bisa bikin kamu stress dan aku sedih?”
“Hehehe. Gini ceritanya, Mbak. Aku uda tanya ke beberapa orang, tapi nggak ada yang tau nama patung yang di Sudirman itu. Itu loh, Mbak, yang tangannya ke atas itu. Bawa obor.”
“Oh, patung Pembebasan Irian Barat?”
“Oh, itu namanya?”
“Iya. Kenapa sampe bikin stress segala? Bikin sedih aku juga?”
“Hehehe. Gini kompletnya, Mbak. Aku waktu itu lewat sana, nganter Adia.”
“Adia? Gimana kabarnya?”
“Baik, Mbak.”
“Alhamdulillah. Terus-terus?”
“Ya gitu, Mbak. Waktu kita nglewatin patung itu, aku tanya apa namanya. Eh, dia nggak tau. Trus aku tanya temen-temen yang deket, nggak tau juga. Aku tau mbak Yud mesti sedih deh. Kan mbak Yud perduli sama kayak ginian. Sejarah-sejarah gitu.”
“Masak sih nggak ada yang tau?”
“Iya, Mbak. Bener. Apa mungkin aku tanya orang yang salah, ya? Tapi Mbak Yud yakin itu namanya patung Pembebasan Irian Barat?”
“Kayaknya iya, deh. Itu ada rantainya juga, kan?”
“Maksudnya?”
“Ya gitu. Di patung itu kalau nggak salah ada rantainya. Itu simbol pembebasan Irian Barat.”
“Oh,.. obornya apa artinya, Mbak?”
“Nah, kalo itu aku nggak tau. Biar terang kali, ya.”
“Hahahaha.”
“Hahahaha.”
“Tapi mbak Yudi bener-bener yakin? Kok tadi pake kata ‘kalo nggak salah’?”
“Ya iya. Jadi bingung juga. Coba cek internet deh. Lagi online?”
“Iya. Ini lagi online. Ini tadi aku sama cek di Google, Mbak. Tau gak, mbak, sampe di halaman pencarian ke sebelas belum ada juga gambar patung itu.”
“Keyword-nya Adi pake apa?”
“Patung di Jakarta.”
“Serius nggak ada sampe halaman sebelas? Halaman dua belas kali.”
“Ini aku cek terus kok, Mbak. Lagi sibuk, Mbak?”
“Nggak. Kenapa?”
“Tungguin, ya. Ni uda aku klak-klik terus di halaman baru biar lebih cepet.”
“Iya. Aku jadi penasaran juga, nih. Nggak kemana-mana, Adi?”
“Nggak, Mbak. Aku berjanji nggak akan kemana-mana sebelum aku tau nama patung itu sebenarnya!”
“Hahahaha.”
“Hahahaha.”
“Kayak Gajah Mada ya, Mbak.”
“Lha, iya. Serem gitu.”
“Eh, uda nih, Mbak. Ya ampuuuun. Adanya di halaman dua dua, Mbak.”
“Ya ampuuun. Sampe halaman segitu baru ada?”
“Iya, Mbak. Ya ampuuun lagi, Mbak.”
“Kenapa lagi?”
“Ni denger ya, Mbak. Jadi ini nih kayak blognya orang gitu. Disini dia upload foto patung itu. Ada komen dari orang lain, Mbak. Sumpe deh.”
“Sumpeh apa? Ada apa?”
“Ni denger komennya, ya. Nice angle. Tapi kayaknya itu namanya bukan patung pembebasan Irian Barat, deh. Itu kan di daerah Lapangan Banteng. Patung yang kamu ambil gambarnya itu namanya Patung Pemuda Pelopor!”
“Patung Pemuda Pelopor? Masak sih? Bukannya itu yang dimana gitu?”
“Yang dimana, Mbak?”
“Aku juga nggak yakin. Coba aja search lagi. Keyword-nya lapangan banteng apa apa gitu.”
“Coba ya, Mbak. Ntar aku kabarin lagi deh, Mbak.”
“Oia, ya. Bener ya kabarin. Aku jadi penasaran.”
“Aku juga, Mbak. I mean, itu patung kan gede banget di pusat kota pula. Banyak banget yang nglewatin tapi nggak ada yang tau. Atau jangan-jangan aku tanya ke orang yang salah ya, Mbak? Tapi kayaknya aku uda tanya ke orang yang bener, deh.”
“Ke siapa?”’
“Ya ke Mbak Yudi.”
“Oalah. Hehehehehe.”
“Hehehehe. Ya udah ya, Mbak.”
Dear Adi,
Bagaimana pencarianmu? Saya pikir kamu sudah menemukan cewek yang kamu ingin. Apa kamu masih ingin mencari patung juga untuk married? Hahahaha.
Mark
Dear Mark,
Maaaaaaaaaaark, aku masih normal, kok. Masih lebih milih cewek dari pada cowok. Apalagi patung. Hahahaha.
Mark, aku sudah bertanya ke temanku yang aku ceritakan di email kemarin. Awalnya dia yakin dengan jawabannya. Tetapi setelah aku memberi tahu ada situs di internet yang memberi jawaban lain, dia berbalik menjadi tidak yakin. Aku jadi tambah bingung. Ternyata masalah ini lebih rumit dari masalah cinta! Hahahaha!
Adi
“Di, gimana? Uda ketemu?”
“Belum, Mbak. Ini weekeend paling misterius seumur hidupku. Hahahaha.”
“Hehehe. Ya uda, sana teruskan pencarianmu. Ntar kabarin, ya.”
“Iya, Mbak.”
“Jangan lupa seneng-seneng. Besok sudah stress lagi, kan? Hari pertama awal minggu langsung rapat anggaran. Hehehe.”
“Anggaran sih pasti, Mbak. Ini nggak pasti. Hehehehe. Makasi, Mbak.”
“Ya udah, da da.”
Dear Mark,
Belum ketemu juga. Sudah tiga hari. Dari Jumat sampai Minggu. Kamu tahu tidak, karena aku sudah hampir mati gara-gara penasaran, malam tadi jam delapan, aku sengaja berangkat naik motorku melewati patung itu. Aku yakin di sana pasti ada namanya. Tapi ternyata aku salah!! Tidak ada nama apa pun di sekitar patung itu. Aku pikir mungkin aku yang tidak bisa melihat dengan jelas gara-gara aku di atas motor. Karena itu, aku sampai mengitari bundaran (roundabout) itu tiga kali. Tetap saja tidak ada nama di sekitar patung itu. Menyedihkan, Mark. Aku belum tahu apa lagi yang harus aku lakukan untuk tahu nama patung itu sebenarnya. Aku merasa perlu tahu. Apakah itu patung Pembebasan Irian Barat atau Pemuda Pelopor atau yang lainnya. Tahu tidak, Mark? Patung itu biasa disebut Pizza Man! Hanya karena bentuknya seperti membawa nampan Pizza. Nama itu lebih populer. Tapi jujur, menurutku itu nama itu sebuah penghinaan buat sejarah bangsa! Besok aku akan bertanya ke lebih banyak orang, Mark. Doakan semoga aku berhasil, ya. Terima kasih.
Adi
Aku duduk di lantai lima kos-kosanku di daerah Pramuka—Jakarta Timur. Dari tempatku duduk, aku bisa melihat Monas. Betapa beruntungnya jika sebuah patung bisa terlahir menjadi Monas. Tinggi, mahal, dan yang paling penting...terkenal!
Bagaimana dengan patung-patung atau tugu-tugu lain di Jakarta ini? Berapa banyak yang sudah dikeluarkan negara untuk mereka? Mereka semua adalah pelajaran-pelajaran sejarah yang harusnya bermanfaat bagi semuanya. Bagiku sendiri, jangankan pelajaran sejarah, nama patung di Sudirman itu saja aku tidak tahu. Tetapi kalau dipaksa-paksa, ada juga sebuah pelajaran yang bisa aku ambil. Aku tidak mau menjadi seorang yang besar, kokoh, tampak hebat, tapi sebenarnya tidak diacuhkan oleh orang-orang di sekelilingku.
Dalam kasus ini, semoga aku sudah bertanya ke orang-orang yang salah. Semoga saja orang-orang lainnya di Jakarta ini tahu apa nama patung itu. Semoga saja pemerintah mendidik warganya dengan memberi nama ke setiap pelajaran sejarah negeri ini. Semoga saja Jakarta tidak menjadi seperti itu. Semoga aku bisa tidur nyenyak malam ini dan bermimpi bertemu salah satu orang pencetus pembangunan patung itu dan bertanya kepadanya nama yang dia berikan untuk laki-laki gagah pembawa obor yang terlepas dari rantai.
-T A M A T –
Je Agam
November 27, 2008 at 4:32 AM
itu patung 'pizza man' li... :)
Post a Comment