DARK JOURNALS—the series: Nyata, Buka Mato Wang, DARK JOURNALS—the beginning, Cinta dan Kita, Lima Putri, GUILT and Wisata Horor (the seventh story)
Wisata Horor—Part I
“Sudahlah, Lex. Gakpapa kan sekali-sekali reunian.”
“Emang cuma sekali. Gua gak bakal mau lagi.”
Nina tertawa keras. Nina adalah satu-satunya temen kuliahku di Fakultas Psikologi di UNDIP dulu yang masih tetap berhubungan denganku. Yang aku maksud dengan berhubungan adalah meng-SMS ku di hari raya dan juga ulangtahunku. Yang lain-lain yang aku kenal tidak ada yang melakukan itu. Tidak setelah tragedi bukuku itu (Baca DARK JOURNALS—the beginning—Je).
Nina memberitahukanku ada acara reuni anak-anak seangkatan kuliahku dulu. Dia sedang menjomblo dan benar-benar tidak mau pergi kesana sendirian. Paksaannya berhasil...entah kenapa.
Tiga jam setelahnya aku dan Nina berada di sebuah grup kecil:
- Rino—paling nakal dan usil sekelas (dulu), bapak dua anak gadis SD (sekarang)
- Tia—cantik, “the babe” idola semua anak-anak jurusan sama ataupun beda (dulu), idola semua laki-laki di grup ini (sekarang)
- Romeo—kasar, sinis (dulu), kasar, sinis (sekarang), bekerja di dunia entertainment sebagai seorang script writer di luar negeri
- Yasmin—anak gaul (dulu), keibuan, sudah ingin pulang karena kangen anaknya (sekarang)
Percakapan kami ngalor ngidul sampai ke cerita horor.
“Yang jelas yang paling pengalaman ya dua orang ini.” Nina menunjukku dan Romeo.
“Elo?” Tanya Romeo dengan nada meremehkan. “Elo nulis juga, Lex?”
“F-Y-I,...waktu di luar negeri sono, Alex punya buku best-seller di sini.”
“Nin,..” Aku memotong komentar Nina. Tapi tampaknya itu tidak ada gunanya. Komentar itu sudah menjadi bahan pembicaraan malam ini.
“Oia? Apa judulnya?” Romeo bertanya. Nadanya kali ini bukan meremehkan, tetapi sedikit cemburu. Memangnya dunia tulis-menulis hanya untuk dia?
“Nyata!” Yasmin menyahut. “Uda lo cari aja besok di Gramedia.”
“Nyata? Judulnya “Nyata”?” Tanya Romeo ke arahku.
“Iya. Kalo gua balik, topiknya uda ganti, ya.” Kataku.
“Mau kemana lo?” Tanya Tia.
“Ambil minum and ngerokok bentar.”
“Gua ikut.”
Aku dan Tia keluar dengan membawa sekaleng soft drink dan menyalakan rokok.
“So,...really, how’s life?” Tanyanya dengan gaya menggoda. There’s something about this girl!
Aku menghembuskan asap rokok dan mengatakan:
“Dark.”
Obrolan kita berlanjut. Begitu juga dengan obrolan grup kecil tadi di dalam ruangan. Ketika kami kembali, Romeo dengan gaya sinisnya berkata:
“Amazed me with your imagination. Tell me a story.”
“Uda deh. Gak nurut banget ni anak.” Yasmin memukkul lengan Romeo. “Udah, ah. Gak mau denger yang serem-serem. Kebayang anak gua di rumah.”
“Wazzup? U got no idea to write about? And one thing,...they are NOT my imagination.” Jawabku ketus.
“OK,...but really,...one story. One NYATA story.”
“Not in the mood. Kalo mau cerita-cerita, beli aja buku gua.”
“I will. I just need a teaser. Your... “DARK JOURNALS” ”
“Uda deh,...ceritain aja. Kalo ada cerita soal matinya seorang penulis skenario. Hahahaha.” Rino berkomentar.
“Udah, deh. Gak ada cerita tentang putri gaul yang sekarang punya anak dan jadi ibu-ibu alim?”
Semuanya tertawa mendengar komentar Yasmin.
“So,..? Gua nungguin, neh.”
Semuanya terdiam. Aku menatap mata masing-masing yang ada di situ.
“OK. Pernah dengar Wisata Horor?” Tanyaku memulai ceritaku.
Semuanya mengulangi dua kata itu.
“Uda? Judul aja?” Tanya Romeo sinis menunggu diamku.
“Ada lima anak pecinta film horor yang iseng-iseng bikin paket wisata horor. Mereka dateng ke tempat-tempat yang terkenal larena horornya and bikin trip buat customer mereka.”
“Cool,…scarry.” Kata Yasmin.
“Contohnya?” Tanya Rino.
-Je-
Post a Comment