“Sudah jauh-jauh kamu berusaha sampai disini. Aku memberimu salut yang tertinggi yang belum pernah aku berikan ke siapa aja selama ini. Kamu akan mendapatkan kekuatan itu. Tapi sebelumnya ada yang harus kamu tahu.”
“Apa itu, Romo?”
“Tahukah kamu begitu kamu mendapatkan kekuatan itu, salah satu orang terdekat kamu akan meninggal?”
“Apaaa?”
“Peraturan macam apa itu? Kenapa aku tidak tahu sebelumnya?”
“Tidak ada yang tahu sebelumnya sampai akhirnya mereka sampai di gunung ini.”
“Siapa yang akan meninggal?”
“Kamu tidak akan tahu sampai kamu menggunakan kekuatan yang akan kamu dapatkan untuk pertama kalinya.”
“Apa ini? Sebuah permainan? Aku sudah mengorbankan semuanya untuk ke gunung ini hanya karena surat wasiat Ayahandaku mengatakan demikian. Aku tidak tahu kekuatan apa yang aku cari, aku juga tidak tahu ada syarat seperti ini dan aku juga tidak akan tahu siapa yang akan meninggal gara-gara kekuatan ini?”
“Pilih. Itu saja yang harus kamu lakukan.”
Dimas menarik napas panjang dan mengeluarkannya. Napas itu adalah segala usaha yang telah dia tempuh selama ini untuk berada di gunung yang membuatnya memilih. Dimas memejamkan mata dan tiba-tiba teringat satu kalimat yang biasa dikatakan Ayahandanya dulu:
“Tidak semua hal bisa dijelaskan oleh logika, anakku.”
November 3, 2009 at 6:24 AM
kayak mau nelen tapi nyangkut....
kesengajaan yang menyiksa gueeeeee....
huhuhu.
Post a Comment