Mataku terbelalak mendengar kalimatnya. “Andre absen juga?”
Tabitha mengangguk dan aku berharap dia tidak melakukan itu.
“Gua panik waktu telepon Andre hapenya mati besok paginya. Di sms juga gak delivered. Panik banget. Gua lapor ke guru and terus lanjut ke kepsek. Dian nggak setuju tapi gua uda takut banget and panik and gak tau harus ngapain.”
“Kepsek bilang apa?”
“Kepsek lebih panik daripada gua. Tiba-tiba aja dia nyuruh guru bikin pengumuman ke murid-murid kalo guru-guru ada acara and murid dipulangin cepet semua. Uda serius semuanya nih.”
“Terus?”
“Gua uda takut disalahin, mas. Gua panik banget. Gua telepon Dian and gak diangkat sama sekali. Tambah panik jadinya. Serasa tahanan disana. Padahal waktu itu sempat pingin pipis. Akhirnya sampe dikawal dua guru cewek. Nah, ke toilet itu kan ngelewatin mading, jadi semua di kantor kepsek tadi pada ikutan buat ngecek. And you know what, mas, edisi madingnya uda dirubah!”
“Maksudnya?”
“Hari and tanggalnya masih sama, tapi ada satu kolom buat yang bintangnya Taurus kerobek dan kayak ada tempelan kertas lain yang uda ada ketikannya.”
“Ngomongnya apa? Sempat liat?”
“Sempat, Mas. Intinya yang Taurus harus bisa jaga mulut. Bisa bahaya katanya. Asli serem, mas.”
“Terus?”
“Boleh pesen minum dulu lagi, mas? Jadi panik, neh.”
“Oh, ok, gua pesenin. Mau apa?”
“Something with ice.”
“Orange juice?”
“Still coffee, please.”
“Ok.” Aku berdiri dan segera memesan iced coffee caramel untuknya. Sambil menunggu, aku mencuri pandang ke arahnya yang mengambil rokokku dan meghisapnya dengan tangan sedikit gemetaran. Kenapa aku ingin memeluk untuk melindungi dia? Dia tampak sangat rapuh. Setelah semuanya selesai, aku mendekati dia dan langsung bertanya:
“Apa yang terjadi setelah itu?”
“Kepsek belum telepon polisi. Katanya mau ngehandle masalah itu secara intern dulu. Pas interogasi itu semuanya dia ancam biar gak lapor ke polisi.”
“Tapi perlu kan lapor polisi kalo uda kayak gini kejadiannya!” Perasaanku kacau sekali saat itu. Aku membayangkan gadis di depanku ini hilang entah kemana tanpa ada yang tau. Aku mencoba membiarkan logikaku lebih berkuasa daripada perasaan dan imajinasiku seperti yang selama ini aku lakukan. Namun kali ini aku gagal.
“At least kamu masih disini sekarang. Apa yang terjadi setelah itu?”
Tabita meminum kopinya dan menghirup rokokku dalam-dalam. Aku sama sekali tidak keberatan menunggu. Menurutnya dia perlu melakukan semua itu atai apa saja supaya tenang.
“Abis itu, abis interogasi, semuanya dibilang boleh pulang. Tapi ya itu, mas, tetap dengan ancaman untuk gak lapor polisi. Alasannya ada hubungannya dengan reputasi sekolah, mas.”
Aku mengangguk.
“Besok paginya pas masuk sekolah, gua and murid-murid baca pengumuman di gerbang sekolah yang bilang kalo sekolah diliburkan tiga hari. Gak ada alasannya, mas.”
“Mestinya buat penyelidikan intern.”
“Mungkin. Gua maksa masuk kan, mas. Gua ngerasa harus ketemu si Kepsek ato guru-guru yang uda tau. Berhasil, mas. Gua masuk and ketemu mereka. Orang-orang yang kemaren ada di ruang Kepsek pada ngumpul di tempat yang sama. Pas gua tanya ada apa, mereka ngejelasin kalo mulai ada penyelidikan di tingkat sekolah dulu. Ada dua satpam sekolah yang ditugasin jaga di depan mading. Kata mereka gua mending balik aja and bakal dikabarin kalo ada kabar apa-apa. Nurutlah gua, mas.”
“Ada kabar apa setelah itu?”
Post a Comment