Sudah jam sembilan malam sekarang. Dinda sudah tidur pastinya. Aku membayangkan rambut keritingnya seperti masalah yang tidak pernah usai—berputar-putar bekali-kali. Namun semua masalah itu serasa tidak berarti ketika kita sampai di senyumnya. Senyum polos ceria tanpa duka di wajah anak kecil berusia sepuluh tahun. Belum lagi giginya yang putih bersih yang membuat kita mempertanyakan bentuk warna hitam.
Besok aku akan mengantarkannya ke sekolah. Giliranku adalah hari Selasa. Itu karena Nadia harus ke kantor pagi-pagi sekali setiap hari Selasa. Hari itu adalah hari meeting yang ditetapkan bosnya. Jujur aku sedikit cemburu dengan pengaturan itu. Karena setiap Selasa dia harus bangun pagi-pagi sekali, aku selalu ditinggalkannya sendirian di kamar. Padahal malamnya tidak sedikitpun aku boleh menyentuhnya karena dia takut mengganggu konsentrasi lembur malamnya untuk persiapan hari Selasa pagi. Menurutnya auraku adalah aura pengganggu konsentrasi kerja. Terutama bau badanku yang bisa membuatnya memilih untuk berpelukan dan merasa lemah di dadaku. Aku tertawa kecil sendirian jika mengingat caranya mengekspresikan pendapatnya.
Aku tidak pernah merasa rendah dibandingkan George Soros atau Bill Gates. Mereka sukses kemana-mana tapi tidak didampingi oleh Nadia—wanita hebat yang bisa membagi waktunya bekerja seharian tanpa lupa meng-sms-ku tiga jam sekali dengan pesan-pesan nakal. Pagi tadi aku mendapat sms dari dia:
“I’ll be showing you a bad Nadia tonight!”
Aku membacanya di sela-sela meetingku dengan team interior designku. Dan tiba-tiba saja Bosku bertanya tentang ide untuk project terbaru kita. Aku sangat gugup dan menjawab:
“Bad.”
“Ha????”
“Maksud saya,…Bed. Saya sudah sampai ke kamar tidur mereka. Kami, er..kami sudah membicarakan apa yang mereka inginkan tentang tidur, maksud saya kamar tidur yang bagaimana itu yang mereka inginkan. Maksud saya,…kami sudah sampai disana dalam pembahasannya, kami,..yah..begitulah.”
Ketika aku bercerita tentang itu ke “BAD” Nadia malamnya, dia tertawa sangat lepas. Dan saat itu aku tahu darimana Dinda mendapat gigi putihnya
Hidupku sangat sempurna. Hari esokku juga akan seperti itu. Aku akan mempresentasikan rancanganku untuk gedung baru oleh grup Crater. Crater terdiri dari sekumpulan business men yang mengukur uang dengan banyak sekali angka nol. Aku mendapatkan proyeknya dengan susah payah melalui pendekatan sintensif selama tiga minggu berturut-turut. Penggunaan pulsaku mencapai limit. Begitu juga anggaran entertainmentku untuk mereka. Aku tidak membicarakan sebatas karaoke, buka botol, buka kamar sekaligus isinya. Aku membicarakan tentang penyewaan lapangan golf setengah hari dan paket wisata ke Singapore selama dua hari!!!
Well,…apapun yang sudah aku lakukan sudah terbalas dua minggu lalu. MOU sudah ditandatangani dan aku akan menjadi orang nomor satu di perusaahanku ketika Bosku meninggal nanti…seharusnya.
Kenapa napasku menjadi sesak sekarang? Apa karena aku lupa akan satu hal penting dari rencana karirku itu? Aku lupa ada Jenny. Aku lupa kalau… aku harus berhenti. Pikiranku tentang dia tidak boleh muncul malam ini. Tidak. Aku tidak boleh membiarkannya. Tetapi aku masih tidak terima akan apa yang dia lakukan kepadaku. Kenapa dia harus menjadi orang yang dekat dengan bosku? Aku mau berhenti memikirkannya.
Dimana bayangan tentang Nadia dan Dinda? Rambut keriting Dinda yang lucu dan berputar-putar itu…rambut Jenny juga keriting. TIDAK!!!!
Gigi putih Dinda…senyunya yang polos. Apa gunanya tampil polos tapi jahat di belakang kita? Bukan, itu bukan Dinda. Itu Jenny. Dia pernah,…aku ingat dia pernah keluar dari ruangan Bos dengan reslet…Tidak. Aku butuh bayangan Nadia. Atau dia kan yang keluar dari ruangan Bosku? Tidak, itu bukan Nadia. Nadia adalah ibu yang sempurna. Jenny juga seorang ibu. Tidak..tidak sama. AKu tidak boleh memikirkan tentang Jenny.Tidak boleh. TIDAK. TIDAAAAAAAAAAAK!!!!!
“DIAM!!!”
Suara siapa itu?
“Berisik banget, lo!!!! Uda malem! Gua nggak bisa tidur!”
Aku menoleh ke belakangku. Gelap.
“Iya berisik!” Siapa itu yang berbicara di seberangku? Aku membalikan badan. Laki-laki itu di seberangku.
“IYA, DIAM!” Ada suara laki-laki lain yang seolah ada di sebelah ruanganku. Dan ada suara apa itu? Suara kunci terbuka? Lalu ada suara langkah kaki mendekatiku? Jenny kah? Itu suara sepatu laki-laki. Kenapa keras sekali
“TOLONG!!! TOLOOOONG!!!!” Aku berteriak!
“DIAAAAAAAAAAAM!” Suara laki-laki di belakangku. Dan langakah kaki itu semakin dekat. Ternyata ada dua orang! Semakin dekat! Tidak!!!!
Dan kemudian tampaklah dua laki-laki itu di depanku. Mereka membuka kunci pintu kamarku. Aku mundur dan berteriak berkali-kali:
“TOLOOOOOOOOOOONG!”
Laki-laki itu berhasil membuka kamarku dan menarik tanganku. Aku berontak. Tetapi aku kalah. Dua laki-laki itu sungguh kuat. Dan lalu mereka menarik kedua tanganku kebelakang dan menyatukannya. Aku ditarik keluar dengan paksa. Aku cuma mampu berteriak-teriak minta tolong. Sementara ada banyak suara laki-laki lain di sekelilingku yangtampaknya senang atas kepergianku dari situ. Namun suara yang paling keras adalah suara pintu-pintu berjeruji besi yang tertutup setelah aku pergi.
--Je--
January 20, 2010 at 4:35 PM
tuh 2 laki laki 'gaya'nya kayak malaikat pencabut nyawa. hihihi.
January 21, 2010 at 6:27 AM
Kok dibayangan gw itu elo ya, Daff?
kakakakakakakakakkakakak
Post a Comment