Nenek itu masuk ke dalam rumah dan beberapa saat keluar ke ruang tamu membawa secangkir kopi. Aku sempat berpikir bahwa mungkin hampir semua tamu yang datang meminta kopi dan oleh karena itulah dia juga menghidangkan kopi untukku. Tapi aku juga sempat menduga-duga bahwa sebenarnya Jana yang sedang ada di dalam rumah sudah tahu apa seleraku dan memberitahukannya kepada neneknya dan muncullah dia dengan secangkir kopi panas sesuai selereaku. Aku memang tidak pernah menaruh gula kedalam kopiku. Kopiku pahit. Karena beberapa orang juga megatakan begitulah caraku berbicara.
“Silahkan diminum, nak Alek. “ Akupun mencicipi panasnya kopi pahit itu dan merasakan ada sesuatu disana yang membuatku tidak menurunkan cangkir kopi itu untuk meminumnya lagi.
“Mau berbicara dengan siapa?”
“Dengan Jana, Nek.”
“Iya, mau bicara dengan siapa?”
“Dengan Jana,…” Dan aku paham maksudnya setelah beberapa detik yang canggung dan wajah tanpa ekspresi dari nenek itu. “Mantan pacar saya, Nek.”
“Baik. Sudah selesai kopinya?”
Aku mengangguk dan menaruh cangkir kopiku yang masih penuh. “Business first then pleasure.” Pikirku.
Aku dibawa masuk ke dalam rumah yang benar-benar Jawa. Tidak ada alas lantai di ruangan dalamnya. Dindingnya beranyam jerami tradisional. Ada sebuah tempat air yang memuatku berpikir apa namanya. Kanti? Kandi? Kendi kalau tidak salah. Kandi atau apalah itu ada di atas sebuah meja kecil di jalur perjalananku ke entah kemana. Si nenek mengambil Kandi itu dan membuka sebuah pintu yang membawaku ke perasaan aneh. Ruangan itu remang-remang dan memaksa mataku untuk beradaptasi cepat. Di tengah prose situ aku melihat seorang duduk bersila di salah satu sisi dinding. Rambutnya panjang dan tertunduk menutupi wajahnya. Kedua tangannya bersandar lemas di paha kanan dan kirinya. Jemarinya terekat satu sama lain. Ketika mendengar aku masuk, wajahnya diangakat dan aku terhentak terdiam. Dia adalah wanita tercantik yang pernah aku temui. Aku harus mengakui kalau Tabitha pun kalah cantik. Atau harusnya aku berkata bahwa mereka ada di kelas yang berbeda. Tabitha adalah gadis remaja yang manis sedangkan jana adalah gadis yang lebih muda namun dengan kesan wanita dewasa yang natural. Dia tidak harus menguncir rambutnya atau memakai lipgloss. Rambut hitam tebal panjang lurusnya tergerai begitu saja tidak perlu mengatakan kepada dunia bahwa wajah yang dikelilinginya itu cantik. Bibirnya merah jambu segar seolah tanpa usaha untuk menarik perhatian orang yang melihatnya. Disaat aku bisa lebih mengontroldiri, aku akan mengatakan bibirnya sebenarnya tidak terlalu merah jambu. Kulitnya saja yang sangat pucat namun indah. Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengan dua keadaan yang biasanya bertentangan di seorang gadis..kulit pucat namun indah! Aku masih terpana dengan Jana ketika…
“Silahkan duduk.” Kata si nenek.
Aku duduk bersila setelah melepaskan sepatuku. Dadaku tiba-tiba berdetak kencang.
“Ini Jana. Ini nak Alek. Dia ingin berbicara dengan mantan pacarnya.” Nenek itu menjelaskan apa yang terjadi.
“Apakah saya akan ditinggal berdua dengan Jana?”
“TIDAK!” Nenek itu berkata cepat dan menoleh ke arahku.
“Tapi, saya ingin pembicaraan pribadi karena…”’
“TIDAK!”
July 5, 2010 at 6:58 PM
Asataga....ini cerita mengapa berbau mistis begini ni ni ni.
Lalu nenek tadi..nenek tadi..aduh..
July 12, 2010 at 6:33 AM
re: nenek nenek pada genit ya sekarng ini :).
Post a Comment