thefirstmanonjupiter
Reality, Honesty, Stupidity...zoomed. Exaggerating is an art!

BERBAGI TEMPAT

(writer’s note: “BERBAGI TEMPAT” adalah cerita ke tujuh dari DARK JOURNALS—the series)

Aku sedang berada di depan netbook HP Miniku. Ada cerita yang akan aku tulis untuk kolom DARK JOURNALS-ku. Cerita ini berdasarkan pengalaman temannya temanku yang baru saja pindah ke sebuah tempat kos di lantai 5. Dan menurutku pembaca-pembacaku akan lebih merasakan ada disana jika aku menceritakannya sebagai orang ketiga. Inilah ceritanya:
Salia begitu bangganya karena akhirnya dia berhasil menjadi warga dunia khusus dewasa yang bisa meninggalkan rumahnya untuk hidup sendiri. Setelah perdebatan yang lama dengan orang tuanya (ibunya) akhirnya mereka melepaskan anak gadis satu-satunya untuk mengalamami kehidupan mandiri di Jakarta.
“Uda nyampe, mom. Salia masuk dulu, ya. Salam buat Solo.” Salia menutup sambungan teleponnya karena dia sudah sampai di tempat kosnya di Jakarta. Ini bukan kunjungan pertamanya. Beberapa hari yang lalu dia datang ke Jakarta untuk mencari tempat tinggalnya sendiri…benar-benar sendiri. Dia menolak segala macam bantuan saudara-saudaranya di Jakarta.
“I’m going to be a big girl!” Katanya dalam hati.
Setelah membayar taksi dan menurunkan tas kecilnya, dia siap memasuki kosnya untuk menjalani hari pertamanya tinggal di Jakarta.
Rumah itu terletak di daerah Jakarta timur. Lokasinya sangat dekat dengan kantor Salia. Tujuan lain Salia memilih tempat ini adalah karena dia ingin bisa berjalan ke kantornya.
Dia menyapa si penjaga kos—sepasang suami istri dan kemudian langsung menuju ke lantai paling atas—lantai lima tempat kamarnya yang merupakan satu-satunya kamar di lantai itu.
Sesampainya disana, Salia mencoba mengatur nafasnya yang buru-buru keluar masuk tak beraturan. Dia memanjakan matanya sebentar melihat langit yang jelas dan udara yang masih segar di pagi hari. Semuanya itu bagus untuk kesegaran mata dan tubuhnya yang sama-sama kecil.
Salia melepas sepatu ketsnya dan segera mengambil kunci untuk membuka pintu kamarnya. Begitu dia buka, dia langsung tahu apa yang harus dibelinya nanti…pengharum ruangan. Mana mungkin dia akan membiarkan bau seperti…
“Bau apa ini?” Pikirnya dalam hati. Salia mengendus-endus penuh curiga. Ini bukan saja bau kamar yang sudah lama tidak dipakai. Ada sesuatu yang lain yang bisa dia cium disitu. Tetapi bau apakah itu? Salia memutuskan kalau itu benar-benar bau kamar yang sudah lama tidak dihuni dan memilih untuk segera membersihkannya.
Salia membuka lemari pakaian dan memperhatikan bagian dalam pintunya. Lalu dengan segera dia menutup pintu itu. Dia memulai rangkaian bersih-bersihnya dengan menggeser lemari pakaian yang letaknya tidak menempel tembok. Begitu dia geser, ada bola kasti yang keluar dari belakang lemari. Bola itu memantul beberapa kali sampai akhirnya berhenti mendadak di tengah-tengah ruangan.
“Aneh.” Pikir Salia. “Bukannya bola itu harusnya menggelinding sampai menyentuh dinding?”
Salia mendekati bola kasti itu. Di permukaan bola yang dilihat matanya tampak bagian putih  seperti,… Salia memilih untuk tidak mekanjutkan pikirannya. Dibiarkannya bola itu tetap disana. Dia berusaha memberanikan dirinya tetap menggeser lemari kecil itu ke tempat yang dia inginkan. Lalu dia beralih ke dua kasur busa yang ada disampingnya. Salah satu ujung kasur itu berada di dekat lemari. Salia memutuskan untuk membelakangi lemari itu dan menarik ujung kasur yang sedang di depannya. Kasur itu berat…sangat berat. Salia pelan-pelan menoleh ke ujung kasur yang dekat lemari. Begitu kepalanya menatap ujung kasur itu, dia memilih tidak mengangkatnya. Dia memilih keluar dan menghirup udara luar yang segar. Detak jantungnya berpacu dengan udara yang masuk ke tubuhnya. Tiba-tibs saja dia merasa lehernya kaku. Digerakkannyalah lehernya ke kanan, lalu ke kiri, ke atas dan ke bawah. Dan saat itulah dia melihat roknya tertarik ke kanan.
“Angin.” Gumamnya dalam hati. Dia membenarkan roknya agar tidak tertiup angin lebih lama. Tetapi ujungnya tetap saja seperti tertarik ke arah kanan. Salia menggerakkan tangannya sekeras mungkin untuk merapikan ujung roknya.
Setelah itu pandangannya menuju kea rah kanannya. Dai baru saja memperhatikan ada satu kamar disana. Setelah itu dia ingat cerita penjaga kos yang mengatakan kamar itu adalah gudang. Penjaga kos juga menyilahkan dia untuk mengambil barang-barang yang ada disana kalau dia perlu. Dan saat itu dai perlu sebuah alat pel. Dan kesanalah dia menuju.
Kamar itu bernomor 51. Salia meraih gagang pintu dan segera tahu kalau pintunya tidak terkunci. Dibukanya pintu itu dan Salia segera disambut oleh sarang laba-laba yang banyak sekali. Dia melihat tumpukan lemari-lemari yang rusak. Ada juga beberapa kasur busa yang dibungkus plastic. Di bagian atas kamar itu ada lemari-lemari menempel di dindingnya. Dari kanan sampai ke kiri. Mata Salia menyapu ruangan itu dengan arah yang sama…dari kanan terus ke ki… Dia segera mengalihkan pandangannya ke bawah lemari itu. Ada alat pel disana. Segera diambilnya alat pel itu dan ditutup pintunya. Dia berlari kecil menuju ke kopernya. Segera dibukanya dan diambil dari koper itu sebuah handuk. Detak jantungnya bergerak cepat dan lebih cepat. Keringat mengucur dengan tiba-tiba. Disekanya wajah mungil miliknya itu dengan handuk. Sejenak dia berhenti ketika handuknya menutup seluruh wajahnya. Saat itu dia berpikir untuk melakukan sesuatu tetapi tidak yakin. Lalu dia menurunkan handuknya pelan-pelan. Dan ketika matanya sudah bisa terbebas dari handuk itu, dia langsung melempar handuknya itu ke depan sekuat tenanga dan melangkah mundur tak beraturan. Dia segera menuju ke tangga dan turun sampai ke lantai satu. Dia terus berlari dan segera menghentikan tukang bajaj yang pertama kali lewat di depannya.

“Tenang,..tenang..minum dulu deh.”
“Tenang gimana? Lo tau kenapa gua kesini?”
“Gak tau gua. Ada apa?”
Salia menceritakan semuanya dalam napas yang terburu-buru kepada saudara sepupunya Ditha.
“Begitu gua masuk kamar, gua langsung bisa cium bau anyir darah. Ternyata itu darah kering yang nempel dibalik pintu lemari.”
“Hah? Lo kok tau itu darah?”
“Baunyaaaaaaaaa…banunyaaaaaaaaaaaa. Terus uda gw beraniin diri nih, siapa tau gua salah. Gua geserlah lemarinya. Ada bola kasti muncul ngegelinding tapi langsung brenti gitu. Pas gua liat deket-deket itu bola, keliatan ada putih-putihnya di bola yang ijo muda itu. And guess what, bentuknya kayak jari anak kecil. Kayak bola itu digenggem kuat sama tangan anak kecil. Gua takut, Dit,..takut…”
“Iya iya,..lo aman disini.”
“Bener gua gak aman kalo disana. Gua uda berusaha cool cool aja waktu itu. Gua mutusin mau jemur kasur aja. Berat kasurnya gua angkat. Lo tau knapa?”
“Knapa?”
“Ada anak kecil lagi duduk ketakutan meluk pahanya di pojokan di atas kasur itu. Gua langsung keluar, Dit. Takut gua.”
“Ha? Masak?”
“Diiiiit,…lo harus percaya gua!”
“Gua percaya. Gua percaya.”
“Trus pas gua keluar gua uda mau turun and minggat dari tempat itu. Tapi anginnya kenceng and tau-tau anak kecil itu di bawah gua masih pose ketakutan and narik-narik rok gua.”
“What? Ampun Dit…. Lo gak langsung lari?”
“Gua gak tau knapa. Dia langsung ilang gitu aja, Dit. Lo tau dong di rumah gua hal kayak gitu sempat dua tiga kali kejadian.”
“Iya,…nyokap lo, kan.”
“Iya. Trus gua masih bela-belain berani nih. Guam au ambil pel di gudang. Diiiiiit,…tu anak pose ketakutan lagi tapi duduk di atas lemari. Langsung gua tutp lemarinya.”
“Ya ampuuuuun,…Ditaaaaaaaaaa, sian banget lo.”
“Ini yang paling bikin gua takut. Gua ambil anduk karena keringetan. Pas gua turunin itu anduk, dia berdiri pas di depan mata gua. Gua langsung lempar anduk and lari kesini. Gua gak mau kesana lagi, Dit!!! Pleaseeeeeeeeee gak mau!!!”

Dedicated to dia yang selalu “ada”
--Je--

2 comments:

jadi keinget kalo kebangun tiba tiba apa ya lagi diinjek injek yah?


About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
There is a time in a man's life when he has to make a very important decision that will affect his future. For me,..it's writing this blog. ( Exaggerating is an art!!)

leave ur msg after the "beep". LOL.


ShoutMix chat widget
Count me in...