Malam itu teman-teman dewasaku ribut sekali. Mereka punya banyak sekali hal untuk diceritakan. Klautika meributkan pengalamannya tampil cantik memukau orang-orang Perancis di malam hari. Banyak sekali pasangan-pasangan, laki-laki perempuan, laki-laki laki-laki, perempuan perempuan yang berpegangan tangan membicarakan dirinya di atas menara Eiffel. Slovirus bangga sekali karena semalam dia diapit oleh oleh Nantisya dan Jusilic. Dia menemani mereka sampai pagi. Setelah itu dia mendapat ciuman dari mereka berdua. Nantisya di pipi kanan dan Jusilic di pipi kiri. Riztique yang sedikit berbeda ceritanya. Dia marah-marah karena awan menutupinya sehingga dia tidak bisa tampil maksimal.
Aku sendiri hanya diam dan mendengarkan mereka sampai Slovirus menanyakan cerita apa yang aku punya. Aku bingung harus bercerita apa. Ceritaku sama saja dari dua bulan yang lalu. Ada seorang gadis yang aku lihat di suatu malam ketika aku akan menuju ke Eropa. Aku memutuskan untuk berhenti sebentar dan mengamati gadis itu. Dia seperti tokoh di cerita-cerita yang ibuku bacakan sebelum aku tidur. Dia memandangi langit di malam hari. Kedua tangannya menyangga wajahnya di pinggir jendela yang terbuka. Dan aku langsung terpana dengan pemandangan itu. sejak saat itu aku berhenti di tempat yang sama sampai ibunya masuk ke kamarnya dan menyuruhnya tidur.
Aku memutuskan untuk hanya berkata:
“Ceritaku masih sama dengan dua bulan lalu.”
Teman-temanku terdiam. Aku merasa aneh. Selama ini jika aku bercerita tentang si gadis, teman-temanku mencemoohku karena aku melakukan tindakan bodoh dengan berada di tempat yang sama untuk jangka waktu yang cukup lama.
“Raysa, kamu harus menghentikan semua ini. Ini tidak baik kesehatanmu.”
“Apa maksudmu?” Tanyaku kepada Slovirus.
“Teman-teman, sudah saatnya kita bicara jujur dengan Raysa.”
“Bicara jujur apa? Apa maksud kamu, Slovirus?”
“Slovirus benar. Ada yang perlu kamu ketahui, Rasya. Berapa umurmu sekarang?”
“Apa?” Aku sungguh bingung dengan pertanyaan Riztique.
“Raysa, jawab saja. Berapa umurmu sekarang?” Klatika tampak serius sekali dengan pertanyaan itu.
“Sekitar 99 tahun. Memangnya ada apa?”
“Raysa, kamu harus berhenti memandangi gadis itu dan mencari objek lain yang akan memandangimu dan mengagumimu. Kamu memerlukan itu.”
“Aku tidak paham.”
“Belum paham. Bukan tidak paham, hanya belum.” Kata Klatika tenang.
“Raysa,” lanjutnya “kamu adalah sebuah bintang kecil yang beranjak dewasa. Sebentar lagi kamu berumur seratus tahun dan di usia itu, kamu akan butuh banyak pengangum untuk membuat sinarmu lebih terang.”
“Aku...”
“Raysa, kami tidak ingin kehilangan kamu seperti kami kehilangan Tudraz.” Tudraz adalah temanku yang sedikit lebih tua dariku. Dia sangat pemalu sekali. Mungkin juga karena bentuknya yang tidak sempurna. Ujung-ujungnya tumpul dan sedikit kusam. Cahayanya juga tidak terang. Dia suka bersembunyi di balik awan. Teman-teman sebayanya tidak suka bermain dengannya akrena dai terlalu pemalu. Hanya Slovirus Riztique dan aku yang mau menerima dia apa adanya. Sekitar dua bulan yang lalu, Tudraz tidak lagi bermain bersama kami. Riztique dan Slovirus bilang kalau Tudraz memutuskan untuk pindah benua. Aku sedih mendengar semua itu.
“Maafkan kami, Raysa. Kami berbohong padamu. Sebenarnya,... Slovirus, Klatika, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan semuanya ke Raysa.” Kata Riztique sedih.
“Katakan padaku.” Pintaku.
“Baiklah. Raysa, kita adalah kaum bintang. Kaum yang indah. Setelah berumur seratus tahun, energi kita akan hilang. Satu-satunya yang bisa membuat kita tetap hidup adalah sinar yang kita punyai. Semakin terang sinar kita, semakin lama kita akan hidup. Sementara yang membuat kita terang adalah perasaan dikagumi. Semakin kita merasa dikagumi, semakin semangatlah kita bersinar dan semakin lama kita akan hidup.” Penjelasan Slovirus membuatku terkejut.
“Aku tidak penah tau hal itu sampai sekarang.”
“Tentu saja. Kamu kan masih kecil. Sebentar lagi kamu akan beranjak dewasa, Rasya. Kamu harus mulai memikirkan dirimu sendiri. Kamu harus terus dikagumi untuk terus bersinar dan terus hidup.”
“Aku akan terus bersinar untuk gadis itu yang selalu mengagumiku tiap malam dari jendelanya.” Kataku.
“Rasya, kamu tau dia tidak akan mengagumimu. Dia buta, kan?”
“Apa?”
November 13, 2009 at 6:38 PM
Looooooooove the story. The topic, the dialogs, the choice of words, the flow.
Not the endiiiiiiiiiing.Huhuhuhuhuhu.
November 14, 2009 at 8:09 PM
well,...kinda full of disappointment lately so why not adding another? LOL
Post a Comment