“Perjalanan mereka siapin untuk mulai di Lawang Sewu. Setelah makan dulu tentunya. Biar nggak semaput kalo ada apa-apa.” Kataku membuka cerita.
“Emangnya ada apa? Hantu-hantu gitu?” Khas sinis Romeo ada di alisnya yang naik tapi member kesan merendahakan.
“Says who?” Tanyaku. “It’s 2009. We play with others’ mind.”
“Jadi nggak ada apa-apa?” Romeo mendesakkku. Dia sudah masuk perangkapku. Dia tertarik ke ceritaku dan aku akan memainkannya.
“Kalo lo percaya ada hantu,..silahkan. Kalo nggak, and butuh bukti,…sign up aja tournya. Ntar ada perjalanan ke penjara bawah tanah di Lawang Sewu.”
“And selebritis yang pernah kesana siapa aja? Hahaha.” Romi tertawa. Yang lain tidak.
“Pertanyaan lo harusnya,…selebritis siapa yang bisa keluar?” Aku berhenti sebentar. Tiba-tiba saja aku memainkan peranan Wawan—polisi moral bobrok yang jadi informanku (baca Dark Journals—the series, episode-episode sebelumnya).
Penjara itu didisain cukup hanya untuk empat orang. Dan bentuknya macam-macam. Ada penjara berdiri, jongkok dan tidur. Sekali masuk,…kemungkinan keluar adalah kematian. Mereka—remaja-remaja itu berhasil menyediakan waktu untuk para anggota tour bisa masuk ke penjara berdiri.
“Empat orang sekaligus?” Tanya Romi.
“Sepuluh!”
“Uda,…uda,…gua pingin pulang sekarang. Jangan dilarang, ya. Udah…takut gua.” Yasmin segera mengambil tasnya dan bermaksud meninggalkan kami. Tia berdiri, memeluk dan mengelus-elus punggungnya.
“Babe, c’mon. Stay sebentar lah. Kita kan uda lama gak ketemu. Ini cuma cerita kok.”
“Did they come out?” Tanya Romeo seolah adegan Tia Yasmin tidak pernah terjadi di depannya.
“Wrong question. How many came out?”
“Udah,…udah,…gua gak mau mimpi buruk ntar malem. Anak gua aja gak gua bolehin denger kayak beginian. Udah udah, ya.”
“Babe,..relaxed. Anggep aja hiburan. Tia masih menenangkan Yasmin.
“Yeah, babe…it’s fun.” Kata Romeo sinis. “More.”
“Please,….” Yasmin mengemis agar kedua laki-laki itu berhenti.
“Yeah,..you should say “please”.” Kataku ke Romeo.
“O c’mon…” Romeo mengangkat kedua tangannya ke atas seolah menganggap aku sedang bercanda. Dia salah.
“Gua mau ngerokok dulu.” Aku memutar badan dan berjalan keluar meninggalkan Romeo yang kaget dengan keseriusanku. Ketika aku mendekait pintu, aku mengeluarkan rokok dan tiba-tiba saja mendengar suara:
“Please?”
Aku tersenyum.
Aku membalikkan badan.
“Good!”
Aku kembali ke kelompok tadi dan menatap muka Romeo.
“Anjing!”
“What?!” Romeo marah. Tetapi sebelum dia sempat melanjutkan kemarahannya, aku segera berkata:
“Banyak anjing di Lawang Sewu.”
“Buat apa?” Pertanyaan Rino lebih sebagai caranya untuk megalihkan perhatian Romeo dari marahnya.
“Wrong questions. Siapa sebenarnya anjing-anjing itu?”
Romeo tertawa sinis. “Elo kali.”
“Statistik membuktikan tiap tahun ada yang hilang setelah masuk di Lawang Sewu.”
“Dan statistik membuktikan anjingnya tambah tiap tahun?”
“We have better things to do than counting dogs, Romeo.” Dan semuanya tertawa. Aku sudah merasa puas.
“Trus apa hubungannya?”
“Hehehe.” Aku tertawa sesinis Romeo. “Yang dateng ada yang nggak pulang, the dogs nambah. Keduanya berhubungan. Cuman kita nggak tertarik ngitungin jumlahnya. You can be the first. Good luck.”
“Fuck you.” Romeo mengatakannya sambil meminum bir di gelasnya.
“Fuck the teenagers!” Jawabku.
“Maksudnya?” Tanya Romi.
“Hanya ada satu dari sepuluh rombongan wisata horor itu yang selamat. Sembilan lainnya menghilang satu persatu di beberapa kegiatan itu. Satu menghilang di kuburan bawah tanah tanpa ada anggota lainnya yang sadar. Setelah itu rombonan dibagi dalam grup-grup kecil sehingga mereka tidak begitu tahu bagaimana keadaan masing-masing. Dua hilang ketika mereka diajak bersama-sama menghitung jumlah pintu di salah satu sisi Lawang Sewu. Kegiatan itu untuk membuktikan bahwa sampai saat ini tidak pernah ada orang yang menghitung sama pintu-pintu di sana. Tiga hilang setelah mencoba berfoto-foto dengan alat eksekusi napi disana. Sisanya diminta mengikuti anjing yang berkeliaran disana dan entah kemana. Hanya satu yang benar-benar bisa lolos itupun dalam keadaan setengah sadar. Dia berjalan tidak jelas sampai bertemu kantor polisi. Dan informanku menyampaikan cerita ini berdasarkan kabar yang dia dapat dari kantor pos itu. Lima anak itu ditahan dan sampai sekarang pengadilan belum memutuskan apa-apa. Itu karena mereka mengalami gangguan jiwa. Bahkan salah satunya hanya bisa bersuara seperti anjing melolong.
Wajah Romeo, Romi, Tia apalagi Yasmin ternganga.
“I wana smoke. Catch you later. And Yasmin,… go home.”
Aku membalikan badan dan keluar. Aku merokok di tengah dingin malam dan berkesimpulan satu hal saat itu.
“Reuni tidak seburuk yang aku kira.”
-Je-
Sources: Internet
October 11, 2009 at 11:11 AM
stephen king's style.
the details spook me.
have you tried writing horror genre story?
October 12, 2009 at 7:24 PM
padahal pas nulis gw sama ketawa ketiwi loh. kakakakakakkaak.
i have daff, trust me i have. but things in the office caught me,...
tnx for the motivation. nt gw coba lanjutin deh ya :)
October 12, 2009 at 9:57 PM
iya.
tapi hati hati sama plagiator deh.
internet gituuuu... :-)
i think you'll do fine with horror.
SEMANGAD!
Post a Comment